Bantengmetro.com,LABUHANBATU – Menjawab tantangan minimnya minat generasi muda (Gen Z) di sektor pertanian, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Rantau Utara menjadi fokus kegiatan pengabdian masyarakat dosen Universitas Labuhanbatu. Kegiatan yang berlangsung intensif dari Agustus hingga September 2025 ini berfokus pada sosialisasi dan pelatihan praktis Urban Farming dengan menerapkan inovasi biochar dan sistem akuaponik yang mengusung prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari hibah Dosen Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) 2025 yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Tim pengabdi multidisiplin diketuai oleh Ika Ayu Putri Septyani, S.P., M.P., dari Program Studi Agroteknologi, dengan anggota Lutfi Fadilah Zamzami, STP., M.Sc. (ahli teknologi pertanian), dan Novi Fitriandika Sari, S.Pd., M.Pd. (dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan/FKIP), memastikan pendekatan yang komprehensif mulai dari teknis hingga pedagogis.
Ketua Program Studi Perkebunan mewakili Kepala SMKN 2 Rantau Utara, Bapak Subhan Nur, S.Pd (tengah) memberikan sambutan dalam pembukaan kegiatan, didampingi oleh ketua tim pengabdi Ibu Ika Ayu Putri Septyani, S.P., M.P. (kanan) dan perwakilan guru.*
Acara ini dihadiri secara langsung oleh Kepala SMKN 2 Rantau Utara, Bapak Khoyan, S.Pd., didampingi oleh Ketua Program Studi Perkebunan, Bapak Subhan Nur Nasution, S.P., serta guru pendamping, Ibu Putri Mely Alaik Nasution, S.Pd. Dalam sambutannya, Khoyan menyampaikan apresiasi dan optimismenya.
“Program ini sangat sejalan dengan visi sekolah kami yang berorientasi pada vokasi pertanian dan perikanan. Inovasi seperti ini tidak hanya memodernisasi image bertani tetapi juga memberikan skill nyata yang sangat aplikatif bagi siswa. Kami berharap ini menjadi pemicu semangat bagi siswa-siswi kami untuk mencintai dan mengembangkan dunia pertanian dengan cara-cara yang modern, integratif, dan berkelanjutan,” ujar Subhan Nur.
Metode pelaksanaan diawali dengan pemberian pre-test kepada para siswa untuk mengukur pemahaman awal mereka tentang urban farming, biochar, dan akuaponik. Hasil pre-test menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum familiar dengan konsep-konsep tersebut, yang justru menjadi peluang besar untuk pembelajaran.
Selanjutnya, tim pengabdi memberikan sosialisasi intensif yang membahas konsep bercocok tanam di lahan terbatas, manfaat biochar sebagai pembenah tanah untuk meningkatkan kesuburan dan menahan air, serta penerapan sistem akuaponik yang menggabungkan pemeliharaan ikan (akuakultur) dengan budidaya tanaman tanpa tanah (hidroponik) dalam satu sirkulasi air yang simbiosis dan saling menguntungkan.
Puncak dari kegiatan adalah pelatihan praktik langsung. Siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga turun tangan membangun sistem akuaponik dari dasar. Tim pengabdi mendemonstrasikan langkah demi langkah, mulai dari cara merancang sistem menggunakan pipa PVC, memilih media tanam, memelihara ikan (seperti ikan nila atau lele) yang tepat, hingga merawat tanaman (seperti kangkung, selada, atau pakcoy) tanpa menggunakan pupuk sintetik sama sekali.
“Kunci dari akuaponik adalah keseimbangan ekosistem. Kotoran ikan yang mengandung amonia secara alami akan diuraikan oleh bakteri menguntungkan (nitrifikasi) menjadi nitrit dan kemudian nitrat, yang merupakan nutrisi alami terbaik bagi tanaman. Sebaliknya, tanaman akan menyaring dan membersihkan air dari senyawa tersebut, sehingga air kembali bersih, jernih, dan aman untuk ikan. Siklus alami yang zero-waste ini menghasilkan produk pertanian dan perikanan yang sehat, organik, serta sangat ramah lingkungan,” jelas Lutfi Fadilah Zamzami, STP., M.Sc., saat memandu sesi praktik.
Setelah seluruh rangkaian kegiatan, siswa diberikan post-test. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan pemahaman yang sangat signifikan. Yang lebih membanggakan, antusiasme siswa dan guru terhadap materi yang disampaikan sangat tinggi. Baik siswa maupun guru merasa bahwa materi urban farming dan akuaponik dirasa sangat perlu untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah.
Antusiasme tersebut langsung diwujudkan dalam aksi nyata. Para siswa dengan penuh semangat dan percaya diri terlibat langsung dalam pembangunan rumah urban farming beserta instalasi sistem akuaponik percontohan di lingkungan sekolah, mempraktikkan langsung seluruh ilmu yang telah mereka dapatkan.
Ketua Tim Pengabdian, Ika Ayu Putri Septyani, S.P., M.P., menegaskan bahwa pendekatan integratif dan praktik langsung ini sengaja dipilih untuk menarik minat Gen Z. “Kami ingin mendekonstruksi image pertanian yang konvensional. Kami memperkenalkan sebagai sesuatu yang modern, presisi, efisien, dan bisa dilakukan bahkan di lingkungan urban sekalipun. Penggunaan biochar, dan khususnya sistem akuaponik yang zero-waste dan tanpa bahan kimia, menjadi nilai tambah yang membuatnya lebih menarik, aplikatif, dan sesuai dengan gaya hidup sehat generasi sekarang,” jelasnya.
Sebagai bentuk komitmen keberlanjutan dari kegiatan ini, Kepala Sekolah SMKN 2 Rantau Utara telah menyusun rencana konkret untuk menambahkan kurikulum terkait urban farming dan akuaponik ke depannya.
“Kami tidak melihat ini sebagai proyek satu kali. Ini adalah bibit yang akan kami tanam dan tumbuhkan. Sistem akuaponik ini sangat relevan dan mampu menyinergikan kedua jurusan unggulan kami, yaitu Perikanan dan Pertanian. Ke depan, kami berencana memformalkan urban farming dan akuaponik ini menjadi bagian dari muatan kurikulum praktek atau ekstrakurikuler wajib. Target kami, siswa tidak hanya teori tetapi mampu menghasilkan produk nyata yang bahkan memiliki nilai ekonomis,” pungkas Bapak Khoyan dengan penuh keyakinan menutup wawancara.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model percontohan bagi sekolah vokasi pertanian dan perikanan lainnya di Indonesia dalam mencetak petani-petani milenial yang melek teknologi, kreatif, berwawasan lingkungan, dan siap menjadi entrepreneur di bidang pertanian modern. (Red).
0 Komentar